Rabu, 23 Januari 2008

Antena omni

4. Beamforming

4.1 Pengantar

Sinyal yang merambat mengandung banyak informasi tentang sumbernya, terutama mengenai perilaku dan letak sumber. Dalam dunia nyata, sinyal selalu diganggu oleh derau dengan demikian pengolahan harus berfokus pada sinyal yg dikehendaki dan mengabaikan/ menghalangi derau (interferensi). Sebagai contoh, penapisan (filtering) dalam kawasan frekuensi sebenarnya adalah memilih komponen frekuensi tertentu yang dipertahankan.
Untuk sinyal yg merambat, maka penapisan ruang-waktu (spatio-temporal filtering) berarti memilih sinyal yang dating dari arah spasial tertentu dengan kandungan frekuensi tertentu pula. Penapisan spasio-temporal dengan sensor tunggal terjadi pada, misalnya, antenna parabola dimana pola keterarahan (directivity) tidak bisa diubah. Dengan demikain satu-satunya jalan adalah melakukan pengemudian (steering) secara mekanis. Keterarahan mengandung aspek lebar-pita dan juga pita henti (stopband), dan sumbu dari antenna parabola ini berkaitan dengan pusat frekuensi ruang-nya. Pengemudian berkas secara mekanis memiliki beberapa kerugian, diantaranya:
• karakteristik penapisan spatial sulit diubah, satu-satunya jalan adalah dengan mengubah sensor secara fisik. Disamping itu, pengemudian secara mekanis hampir tidak mungkin dapat melakukan pelacakan pada 2 (atau lebih) sumber radiasi sekaligus.
• Untuk mencapai ketelitian yg tinggi, maka ukuran fisiknya harus diperbesar dan aberasi harus dibuat sekecil mungkin (kerataan

4. Beamforming-1
permukaan tinggi). Ini tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sebaliknya, pengolahan sinyal spasio-temporal dengan array akan lebih murah dan fleksibel, dan dengan demikian merupakan pilihan yg perlu dipertimbangkan. Array mencuplik sinyal secara spasial, dengan sensor yang bisa directional (mis. VLA) atau omni-directional. Sensor dapat diletakkan secara lebih fleksibel tanpa resiko tinggi terhadap penurunan kualitas. Array juga mampu menghasilkan apertur efektif yang lebih besar.
Pengohan sinyal spasio-temporal bertujuan untuk memperbaiki keterarahan, yakni mengarahkan tanpa harus merubah fisik dari array. Pengolahan dengan teknik ini juga bisa sekaligus mengarah ke beberapa sumber secara serempak. Algoritma pengolahan array untuk memusatkan kemampuan array menangkap sinyal pada arah tertentu disebut sebagai beamforming.
(a) (b)
Gambar 4.1 (a) Array sensor sirkuler dan (b) beamforming tunda jumlah
4. Beamforming-2
4.2 Beamforming Secara Tunda-dan-Jumlah (delay-and-sum)

Teknik tunda-dan-jumlah merupakan teknik tertua dan masih cukup memadai. Prinsip yang dipakai adalah: untuk suatu sinyal yang merambat terindera oleh sensor, keluaran dari sensor yang ditunda secara tepat dan kemudian dijumlahkan akan memperkuat nisbah sinyal terhadap derau atau sinyal dari arah lainnya (pengganggu). Nilai penundaan (delay) ini bergantung dari waktu yg ditempuh sinyal untuk merambat diantara sensor.
Sebagai contoh, tinjau suatu sumber sinyal s(t) berada pada posisi . Dalam kasus umum bisa terdapat banyak sumber dan jumlah radiasinya adalah. Array memiliki sensor sebanyak M buah yang masing-masing berapda pada posisi {}, m=1, .. ,M-1. Pusat fasa dari array (phase center) adalah . Sinyal yang datang pada sensor ke-m adalah . Array sensor berfungsi untuk mencuplik sinyal secara spasial.
Beamformer tunda-dan-jumlah terdiri dari penundaan Δm dan pembobot wm. Penjumlahan menghasilkan
(4.1)
Pembobotan disebut juga sebagai shading atau tapering dan berfungsi meningkatkan bentuk pancar dan mengurangi tingkat pancaran sisi (sidelobes). Delay dibuat sedemikian rupa supaya terjadi pemusatan berkas pada arah ter tentu atau titik tertentu.
4. Beamforming-3
4.2.1 Sumber dari Medan-Dekat dan Medan-Jauh
Pada kasus medan-dekat, muka gelombang akan berbentuk lengkungan. Dengan demikian arah perambatan sangat tergantung pada posisi sensor. Sebaliknya pada medan-jauh, muka gelombang berbentuk datar (plane-wave) sehingga arah perambatan bisa dianggap tidak tergantung pada posisi sensor.
Penentuan posisi sumber lebih sulit pada medan-dekat dibandingkan pada medan jauh, terutama penentuak jarak dari sumber ke sensor. Arah perambatan sumber pada medan jauh bisa dianggap konstan terhadap variasi lokasi sensor, tetapi sangat bervariasi pada kasus medan dekat. Pada medan dekat, arahnya pada pusat fasa adalah , dan menjadi pada sensor ke m.
(a) (b)
Gambar 4.2 Beamforming pada (a) medan dekat dan (b) medan jauh
Untuk medium non-refraktif, maka sinyal datang dari arah dimana adalah jarak sumber ke sensor dan bisa dituliskan sebagai .
4. Beamforming-4
Dengan cara yg sama kita bisa menuliskan , dimana adalah jarak dari ke lokasi sensor ke-m, (lihat Gambar 4.2).
Kesalahan kita mengasumsikan medan jauh εm dapat dihitung sebagai berikut: , dimana ψm adalah sudut antara vektor dengan . Jika , sumber terletak jauh dari apertur array, sehingga .Dengan menganggap εm sangat kecil, maka
(4.2)
harga maksimum dicapai saat ψm = π/2. Sebagai ilustrasi, untuk mencapai maksimum kesalahan 1o maka sumber harus terletak sekitar 57 kali radius .
4.2.2 Beamforming untuk Gelombang Datar
Misalkan ada sumber memancarkan medan jauh s(t) dari arah . Gelombang yg tiba di dalam apertur array dapat dinyatakan sebagai
(4.3)
dimana vektor kelambatan didefinisikan sebagai (dimana c adalah kecepatan gelombang). Sensor mencuplik medan gelombang secara spasial, dan menghasilkan . Maka, keluaran sistem tunda-jumlah adalah
4. Beamforming-5
(4.4)
Delay pengolahan sinyal akan mengkompensasi delay propagasi dan akan membuat sinyal saling menguatkan jika
(4.5)
dan keluaran dari array adalah
(4.6)
Dengan demikian, berkas dari array dapat diarahkan ke arah tertentu dng memilih satu set delay
(4.7)
Sinyal beamformer z(t) dari gelombang datar yg datang dari arah adalah
(4.8)
Ketidaktepatan (mismatched) akan terjadi jika kita melihat ke arah yg salah, .
4. Beamforming-6
Contoh: Misalkan array linier dengan M-buah sensor, M=2M1/2 + 1, yangg jarak antar sensornya seragam sebesar d meter. Pusat koordinat dipilih pada pusat fasa array, yaitu di-tengah-tengah susunan sensor. Lokasi sensor ke-m adalah . Jika dipilih faktor pembobotnya seragam, yakni wm=1, maka tanggapan dari beamformer tunda-dan-jumlah terhadap gelombang datar dengan vektor kelambatan adalah:
(4.9)
dimana ζx adalah komponen arah perambatan pada sumbu-x yang diasumsikan oleh array, dan ζx0 komponen arah prambatan pada sumbu-x yang sebenarnya.
Untuk sumber sinyal monokromatis s(t) = exp{jω0t}, keluaran beamformer menjadi
(4.10)
dimana sudut , dan bilangan gelombang yg diasumsikan adalah . Dengan menggunakan rumus jumlah dari deret kuasa, ketidaktepatan menjadi:
(4.11)
4. Beamforming-7
Jika arah perambatan tepat seperti yg asumsikan array, , maka keluaran beamformer adalah:
(4.12)
Jika terjadi ketidaktepatan, maka z(t) sama dengan konstanta yg lebih kecil dari M dikalikan dengan exp{jω0t}.
Gambar 4.3 Penalaan yang tepat pada delay Δm akan menghasilkan sinyal-2
yang saling menguatkan. Proses ini disebut juga sebagai stacking.
4.2.3 Beamforming untuk gelombang sferis
Solusi persamaan gelombang yang simetrik bola adalah
(4.13)
sehingga sensor akan mengukur sinyal , dimana adalah jarak antara sumber dengan sensor. Dengan memilih
4. Beamforming-8
(4.14)
kita bisa melakukan stacking, dimana sinyal saling menguatkan.
Keluaran beamformer thd gelombang sferis menjadi
(4.15)
Jika r dan rm nilai yang sebenarnya dari range, terjadi ketidaktepatan. Keluaran beamformer menjadi:

Delay ideal beamforming dapat dinyatakan sebagai
(4.16)
4. Beamforming-9
4.3 Penapisan Ruang-Waktu
Pada pengolahan sinyal dijital. perilaku LTI (Linear Time Invariant) dapat dipelajari dng memberikan masukan sinusoid. Evaluasi dalam satu bentangan frekuensi akan memberikan tanggapan frekuensi dari sistem, yg merupakan karakterisasi yg lengkap dari sistem. Demikian pula. keluaran beamformer tunda-jumlah z(t) yang bersifat linear, time-invariant dari medan gelombang . Karakterisasi juga bisa dilakukan dng cara serupa. Kita hanya perlu menentukan tanggapan beamformer tunda-jumlah terhadap gelombang datar monokromatis ω0 (atau dengan panjang gelombang λ0) yang merambat pada arah dengan kecepatan c. Karena superposisi dari gelombang datar meng-ekspresikan suatu medan gelombang tertentu, maka tanggapan terhadap gelombang datar menentukan tanggapan umum dari beamformer. Tanggapan tsb disebut juga sebagai pola array.
4.3.1 Pola Array
Tinjau suatu gelombang datar monokromatis dng frekuensi temporal ω0 yang merambat dengan vektor kelambatan . Medan gelombangnya dapat dinyatakan sebagai:
(4.17)
Keluaran beamformer dengan sekumpulan sensor pada posisi s { adalah
(4.18)
atau:
(4.19)
4. Beamforming-10
dimana dan W(.) adalah transform Fourier dari pembobot
(4.20)
Sebagai catatan, tidak lain adalah ASF dan disebut sebagai pola array. Dengan menggunakan transformasi Fourier dari medan gelombang
(4.21)
Akhirnya, keluaran dari beamformer dapat dinyatakan sebagai
(4.22)
Pola Array Gelombang Datar dari Medan Jauh
Untuk medan gelombang datar, , Fourier transform spasio-temporal adalah:
(4.23)
Spektrum keluaran beamformer:
(4.24)
4. Beamforming-11
Jika beamformer memilih vektor kelambatan secara tepat, yakni , maka keluaran beamformer tidak terdistorsi
(4.25)
Contoh: Kita pergunakan array linier spt pada contoh sebelumnya, M=2M1/2+1, dng jarak antar sensor seragam d meter. Jika pembobot seragam sebesar 1 (satu), pola array adalah
(4.26)
Gambar 4.4 Pola arah array yang digeser W(kx - k0x ) digambarkan sebagai fungsi dari komponen-x vektor bilangan gelombang untuk dia nilai, λ=2d (atau k=π/d) dan λ=4d (atau k=π/2d). Kolom sebelah kiri menampilkan pola berkas untuk berkas melihat kea rah sudut 25.66o,sedangkan sebelah kana melihat kearah 60o. Jumlah elemen sensor yang dipakai adalah M=21 buah.
Dari bab sebelumnya kita tahu bahwa lebar berkas utama berbanding terbalik dengan M, tetapi tinggi berkas sisi pertama tidak berkuran dengan meningkatnya M. Parameter utama dari kinerja beamformer adalah , yang untuk kasus saat ini hanya tergantung pada x,
4. Beamforming-12
(4.27)
Kurva dari W terhadap salah satu komponen bilangan gelombang diperlihatkan pada Gambar 4.4. Sedangkan pola array sebagai fungsi sudut diperlihatkan pada Gb.4.5
Pola Array yang Memfokus ke Titik: Kasus Medan-Jauh
Untuk medan jauh, keluaran beamformer menjadi:
(4.28)
Gambar 4.5 Pola array pada Gb.4.4 di-plot sebagai fungsi sudut kedatangan φ. Perhatikan perbedaan jumlah sidelobe pada baris atas dan baris bawah.
Efek ini muncuk karena daerah nampak pada baris bawah berhubungan
dengan |k0x|≤π/2d.
Untuk S0(ω) sebagai transform Fourier dari sinyal yg merambat pada titik asal koordinat, kita bisa menuliskannya sebagai
4. Beamforming-13
(4.29)
maka spektrum keluaran dari array akan menjadi
(4.30)
dimana
(4.31)
berfungsi sebagai pola array yang menapis gelombang sinyal.
4.3.2 Tanggapan k-ω
Sinyal beamformer z(t) ingin dianggap sebagai keluaran dari tapis ruang-waktu yang beroperasi terhadap medan gelombang . Karena pada umumnya keluaran dari tapis ruang-waktu adalah juga fungsi ruang-waktu, maka kita asosiasikan z(t) dengan
(4.32)
Didalam kawasan transform, kita bisa menyatakannya sebagai
(4.33)
Selanjutnya, evaluasi pada fungsi ini pada akan menghasilkan
4. Beamforming-14
(4.34)
Keluaran beamformer untuk gelombang datar monokromatis adalah
(4.35)
Dengan persmaan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa suku didalam kurung [.] adalah , yaitu koefisien bernilai kompleks yang menentukan karakteristik beamformer pada harga tertentu. Ini bisa digeneralisasi menjadi:
(4.36)
Jika delay sensor Δm dipilih sehingga beamformer melihat gelombang datar dengan vektor kelambatan , maka akan diperoleh ekspresi yang konsisten dengan hasil sebelumnya, yaitu
(4.37)
4. Beamforming-15
(a) (b)
Gambar 4.6 (a) Grafik tiga dimensi dari H(kx,ω) dan (b) peta konturnya
Contoh: Dari contoh sebelumnya, telah diperoleh ASF untuk array diskrit

maka, tanggapan k-ω nya adalah

Peta kontur dari H(kx,ω) ditunjukkan oleh Gambar 4.6.
4.3.3 Pola Berkas dan Tanggapan-Terkemudi
Tanggapan k-ω memungkinkan analisa tanggapan beamformer thd suatu medan gelombang, seperti halnya tanggapan bandpass filter memungkinkan analisa thd sinyal tertentu. Pola array adalah kuantitas utama dalam mengevaluasi array dan mendesain algoritma. Pola berkas (beampattern) memungkinkan analisa keluaran array terhadap sinyal lain yg tdk
4. Beamforming-16
dikehendaki. Jika beamformer matched dengan karakteristik gelombang-sinyal, maka outputnya akan maksimal. Tanggapan-terkemudi (steered response) artinya keluaran dari beamformer jika medan gelombang dianggap tetap kemudian di-scan secara sistematis (dengan mengubah delay/shading). Akhirnya kita bisa membuat ikhtisar sebagai berikut
Pola array:
Tanggapan k-ω:
Pola-berkas: untuk tetap.
Tanggapan-terkemudi: untuk tetap.

4.4 Beamforming Tapis-dan-Jumlah

Sinyal gelombang yang diterima sensor seringkali diganggu oleh derau maupun sinyal lain. Karena itu, penapisan sangat perlu untuk mengurangi sinyal yang tidak dikehendaki ini. Gambar 4.7 menampilkan diagram blok dari beamforming tapis-dan-jumlah.
4.4.1 Penapisan Kawasan Waktu
Melewatkan medan gelombang melalui tapis LTI berarti juga membuat nilai setiap sinyal dari sensor sama dengan konvolusi medan-gelombang tercuplik secara ruang dengan tanggapan impuls dari tapis.
(4.38)
Dengan demikian, keluaran dari beamformer tapis-dan-jumlah
4. Beamforming-17
Gambar 4.7 Diagram blok beamforming tapis dan jumlah
(4.39)
Tanggapan terhadap gelombang datar monokromatis dapat dinyatakan sebagai
(4.40)
Integral pada persamaan diatas adalah sama dengan tanggapan frekuensi dari tapis Hm(ω0), yaitu koefisien kompleks yang mengalikan gelombang monokromatis dan memberikan sinyal keluaran pada sensor ke-m. Tanggapan tapis-dan-jumlah dari beamformer terhadap gelombang monokromatis akan menjadi
(4.41)
4. Beamforming-18
Gambar 4.8 Kontur H(kx,ω) setelah penapisan
Karena penjumlahan (∑) merupakan koefisien kompleks yang mengalikan exp{jω0t} dan memberikan sinyal keluaran pada beamformer, maka penjumlahan tersebut sama dengan tanggapan k-ω dari beamformer tapis-dan jumlah
(4.42)
Jika semua sensor identik, yaitu Hm(ω)=H0(ω), maka tanggapan k-ω sama dengan H0(ω) kali nilai sebelumnya tanpa penapisan sensor. Jika delay tiap sensor diatur sebesar {Δm} untuk melihat gelombang yang merambat dengan vektor kelambatan , tanggapan k-ω dari beamformer tersebut adalah
(4.43)
4. Beamforming-19
Setelah mengalami penapisan, maka kontur pada Gambar 4.6 menjadi seperti pada Gambar 4.8.
4.4.2 Penapisan ruang
Konsep tapis-dan-jumlah dapat digeneralisasi untuk sistem yang juga mengandung penapisan spasial oleh sensornya, yaitu pada sensor berarah (non-omni). Jika pada sensor terdapat penapisan spasial, maka sinyal dari sensor ke-m dapat ditulis sebagai konvolusi spasial
(4.44)
Dengan memakai gelombang datar monokromatis, maka sinyal dari sensor menjadi
(4.45)
Dimana adalah tanggapan frekuensi-spasial dari tapis pada sensor ke-m. Maka keluaran dari beamformer adalah
(4.46)
Yang berarti bahwa tanggapan k-ω dari beamformer tapis-dan-jumlah adalah
(4.47)
4. Beamforming-20
Jika dianggap tapis spasial adalah identik pada sensor-sensor tersebut dan delay diatur supaya array melihat ke arah sinyal dengan vektor kelambatan maka tanggapan k-ω dari beamformer menjadi
(4.48)
4.4.3 Penapisan Ruang-Waktu
Tapis spasial dan temporal dapat dikombinasikan untuk menghasilkan tapis spasio-temporal (ruang-waktu). Penapisan dalam ruang-waktu diberikan oleh konvolusi
(4.49)
Dengan asumsi medan gelombang merupakan gelombang datar monokromatis, maka tanggapan k-ω adalah
(4.50)
Tapis bersama dari sensor, dan pengendalian berkas/beam gelombang datar dengan vektor kelambatan menghasilkan tanggapan k-ω
(4.51)
Ini berarti bahwa tapis ruang-waktu beamformer di-kaskade dengan tapis ruang-waktu masing-masing sensor. Dengan demikian, dalam array dengan sensor berarah (mis. VLA), keterarahan dari sensor-sensor dan keterarahan dari array saling melengkapi dan menghasilkan pola keterarahan yang jauh
4. Beamforming-21
lebih baik dibanding dengan pola sensor dan pola array secara sendiri-sendiri.
Andaikan setiap sensor adalah suatu sub-array. Jika sub-array ke-m diarahkan pada gelombang dengan vektor kelambatan , maka tanggapan k-ω diberikan oleh:
(4.52)
dimana pola arrah dari sub-array ke-m adalah
(4.53)
Posisi adalah lokasi sensor ke-l dari sub-array ke-m relatif terhadap pusat fasa sub-array ke-m. Jika semua sub-array memiliki konfigurasi sensor dan faktor pembobot identik, masing-masing dengan pola array , maka secara keseluruhan, pola dari beamformer menjadi
(4.54)
Artinya adalah pola keseluruhan array sama dengan perkalian pola sub-array dengan pola array dari array sensor omnidirectional.
4.5 Beamforming Kawasan Frekuensi

Proses penundaan pada kawasan waktu ekivalen dengan penggeseran fasa pada kawasan frekuensi. Beamforming pada kawasan frekuensi dilakukan
4. Beamforming-22
dengan cara: ambil transform Fourier dari masukan, terapkan tapis ruang-waktu dan selanjutnya ambil inverse transform Fouriernya. Dalam kasus praktis perlu pendekatan transform Fourier, yaitu dengan transformasi Fourier waktu singkat/TFWS (STFT-Short Time Fourier Transform)
4.5.1 Sekilas Analisa Fourier Waktu Singkat
Pada analisa Fourier waktu singkat (AFWS), evaluasi transform Fourier suatu fungsi dilakukan pada suatu jendela waktu dengan durasi D tertentu:
(4.55)
dimana adalah jendela durasi terbatas yang terdefinisi pada selang [0, D]. Ketelitian dari AFWS ditentukan oleh durasi ini. Dengan manipulasi sederhana akan diperoleh
(4.56)
yang berarti Ym(t,ω) adalah sinyal lolos rendah bernilai kompleks yg berupa pendekatan dari spektrum lokal keluaran sensor pada waktu t dan pada frekuensi ω.
Maka keluaran dari beamformer dapat dinyatakan sebagai
(4.57)
Kuantitas Z(t,ω) dapat dianggap sebagai pendekatan dari Z(ω)ejωt. Integrasi Z(t,ω) keseluruh frekuensi akan menghasilkan z(t).
4. Beamforming-23
Pada keperluan praktis, misalnya pada sistem radar, gelombang memiliki pita sempit dengan pusat ω0. Dengan demikian Z(t,ω) bernilai nol kecuali pada ω=ω0. Delay sensor dapat dibuat dengan teliti dengan pergeseran fasa {ω0Δm}
(4.58)
4.5.2 Matriks Korelasi Spasial
Pada formulasi beamforming kawasan frekuensi tertentu, perlu kuantitas yg disebut sebagai matriks korelasi spasial. Misalkan Y(t,ω) adalah vektor sekumpulan STFT:
Y(t,ω) = col [Y0(t,ω), Y1(t,ω), … , YM-1(t,ω)] (4.59)
Proses shading/pembobotan dilakukan oleh matriks diagonal W dari kumpulan pembobot sensor {wm}
W = diag [w0(ω), w1(ω), … , wM-1(ω)] (4.60)
Sehingga kita dapat menuliskan
(4.61)
Vektor pengendali (steering vector) e adalah deretan dari fasor yang nilai eksponen-nya dipilih sedemikian hingga menghilangkan pergeseran fasa
4. Beamforming-24
dari gelombang datar yang datang ke array. Pergeseran fasa ini mengarahkan beam ke arah perambatan yang diinginkan (atau memusatkan beam ke titik api pada kasus medan dekat)
(4.62)
Pada kasus gelombang datar, semua vektor bilangan gelombang adalah dan pergeseran fasanya adalah . Vektor e memodelkan karakteristik perambatan sinyal pada kawasan frekuensi. Transform Fourier dari keluaran beamformerd apat dituliskan sebagai hasil kali WY dengan e.
(4.63)
Vektor pengendali e berfungsi mengkompensasi pergeseran fasa dari perambatan, sehingga sinyal dari sensor dapat di-stack secara benar. Tanggapan daya terkendali (steered response power) didefinisikan sebagai daya dari spektrum keluaran beamformer sebagai fungsi e yang mendefinisikan arah perambatan yang diasumsikan.
(4.64)
yang merupakan fungsi t dan ω (tidak dituliskan). Perkalian dari YY’ disebut sebagai matriks korelasi spasial R
(4.65)
4. Beamforming-25
yaitu matriks M×M yang merupakan fungsi ω (tidak dituliskan). Untuk sebuah gelombang datar maka nilai setiap elemen dari matriks adalah
(4.66)
Contoh soal: Tinjau array seragam linier yang terletak pada grid sepanjang sumbu-x dengan jarak pisah antar sensor sebesar d m. Untuk array ini, maka , artinya elemen dari matriks korelasi spasial bergantung pada beda indeks m1-m2. Nilai elemen sepanjang diagonal adalah sama, sehingga disebut matriks Toeplitz. Terlebih lagi, elemen [R]m m2 sama dengan konjugasi kompleks dari [R]m2m1 , sehingga matriks tsb juga bersifat Hermitian. Dengan demikian, struktur matriks adalah Toeplitz dan Hermitian sbb

Untuk array linier seragam akan diperoleh: R(m1-m2) = |S(ω)|2exp{-jωx0(m1-m2)d}
4.6 Gain Array

Pada kondisi nyata, sinyal selalu dikontaminasi dengan derau. Gain array adalah ukuran dari perbaikan SNR array dan merupakan gambaran seberapa besar tingkat penolakan array terhadap derau.
4. Beamforming-26
SNR (Signal-to-Noise Ratio)
Jika sensor berada pada titik asal, maka tanggapannya terhadap sinyal yang dikontaminasi dengan derau adalah
(4.67)
dimana adalah medan derau. Dengan mengasumsikan sinyal berupa medan gelombang datar pita lebar berbentuk sehingga keluaran sensor adalah . Asumsikan juga bahwa s dan n adalah medan acak stasioner. SNR didefinisikan sebagai nilai rata-rata kuadrat dari komponen sinyal terhadap komponen derau
(4.68)
(diam-diam telah diasumsikan bahwa sinyal dan derau tidak berkorelasi)
Untuk array M-sensor, sinyal terukur pada sensor ke-m adalah . Keluaran beamformer tunda-dan-jumlah menjadi
(4.69)
Nilai kuadrat terkecil dari sinyal dan derau adalah
Sinyal: (4.70)
4. Beamforming-27
Derau: (4.71)
Dimana Rs adalah fungsi korelasi sinyal dan Rn adalah fungsi korelasi spasio-temporal dari derau.
Gain array didefinisikan sebagai rasio SNR dari sinyal dengan SNR dari sensor
(4.72)
Secara umum gain array sama dengan perbandingan dari daya sinyal dan derau ternormalisasi.
(4.73)
Delay Matched
Jika delay beamformer matched dengan arah propagasi gelombang, maka argumen dari Rs menjadi nol dan nilai rata-rata kuadrat sinyal menjadi Rs(0)|∑mwm|2. Jika diasumsikan deraunya tidak berkorelasi secara spasial, maka untuk , sehingga daya derau dari array (penyebut) menjadi . Maka, untuk keadaan ini SNR array menjadi
4. Beamforming-28
(4.74)
Gain array hanya bergantung pada shading pada keluaran sensor
(4.75)
Contoh soal: Tinjau array seragam dengan M-buah sensor: Setiap sensor diberi pembobotan konstan sehingga wm=w, m=0, …, M-1. Gain dari array adalah G=(M2|w|2)/(M|w|2). Jadi, dengan stacking M buah replika dari sinyal terkontaminasi derau independen, SNR telah dinaikkan dengan faktor M. Sekarang andaikan bahwa separuh dari sensor diboboti dengan 1.0 dan sisanya dengan 0.5. Perhitungan gain array menghasilkan

Terlihat bahwa gain array turun 10% akibat pembobot yang tidak sama dengan satu.
Delay Tidak Matched
4. Beamforming-29
Jika delay tidak matched, maka SNR pada keluaran beamformer akan berkurang, sehingga mengurangi gain array.
Contoh soal: Sekarang kita tinjau nilai gain array akibat delay tidak matched dengan mengasumsikan sinyal datang yang diinginkan berupa gelombang datar monokromatis. Maka, spektrum daya sinyal adalah 2πδ(ω-ω0). Fungsi korelasi adalah inverse FT dari spektrum daya, yaitu Rs(τ)=exp{jω0τ}. Dengan asumsi medan derau-nya stasioner dan tak terkorelasi dari sensor satu ke yang lain, gain array menjadi

exponen pada pembilang bergantung pada perbedaan antara delay yang dipilih {Δm} dan delay ideal {. Dengan menggunakan ketaksamaan Schwarz, gain array maksimum jika shading menghilangkan mismatch. Berarti, mismatch mengakibatkan gain array berkurang dengan menurunnya daya sinyal pada keluaran beamformer.
Optimisasi dari Gain Array
Permasalahan optimisasi array: Jika diberikan posisi sensor {, berapakah harga pembobot {wm} yang akan memaksimalkan gain array untuk kombinasi gelombang dan medan derau yang diberikan? Permasalahan tsb dapat dipecahkan dengan aljabar matrix. Gain array bisa dinyatakan dalam bentuk matrix sbb
4. Beamforming-30
(4.76)
dimana tr[.] adalah trace, w = col[w0, w1, …, wM-1 ] dan matriks korelasi memiliki elemen berbentuk
(4.77)
Gain array bisa dioptimisasi dengan eigenanalysis. Dapat ditunjukkan bahwa nilai optimal gain array terjadi untuk vektor shading yang memenuhi:
(4.78)
dimana adalah vektor eigen dari (yang memiliki nilai eigen terbesar.
Hal diatas dapat disederhanakan sbb. Jika ada satu sumber yang muncul pada medan-gelombang dan delay beamformer match dengan delay propagasi, semua elemen dari matriks korelasi sinyal Rs akan bernilai sama. Dengan demikian, matriks ini bisa dinyatakan sebagai
Rs = A2 11t (4.79)
Kernel matriks, yang struktur eigennya ingin ditentukan, menjadi hasil perkalian luar
(Rn-1/2)’ RsRn-1/2 = A (Rn-1/2)’1[A(Rn-1/2)’1]’ (4.80)
4. Beamforming-31
yang hanya memiliki satu nilai eigen tak nol dan vektor eignnya sama dengan vektor yang dipakai untuk pembentukan hasil perkalian luar. Maka dan . Jadi gain optimum diberikan oleh
(4.81)
4.7 Resolusi (ketelitian/daya pisah)

Resolusi menyatakan kemampuan beamformer untuk mengukur lokasi sumber gelombang/sinyal atau arahnya secara akurat. Resolusi dipengaruhi oleh: geometri array, apertur, dan faktor pembobot.
4.7.1 Resolusi bilangan gelombang
Vektor bilangan gelombang: dimana λ0 adalah panjang gelombang dan adalah vektor satuan ke arah perambatan. Dengan demikian, resolusi bilangan gelombang memiliki aspek-aspek: arah perambatan, panjang gelombang, atau kedua-duanya.
Pentingnya resolusi bilangan gelombang dapat dijabarkan sebagai berikut. Jika delay pada beamformer tunda-dan-jumlah ditala untuk melihat suatu gelombang datar, maka tanggapan k-ω nya adalah
(4.82)
dimana pola array adalah
(4.83)
4. Beamforming-32
Dengan tafsiran penapisan ruang-waktu, mainlobe dari tanggapan k-ω akan ekivalen dengan pita lolos (passband). Semakin sempit pita ini, semakin selektif pula tapis tsb. Maka mainlobe menentukan resolusi bilangan gelombang. Untuk beamformer tunda-dan-jumlah, mainlobe dari pola array mendefinisikan resolusi karena tanggapan k-ω ekivalen dengan pola array. Dengan demikian, vektor bilangan gelombang adalah pilihan yang alami untuk melihat kinerja resolusi.
Gambar 4.10 Resolusi dari array: resolusi panjang gelombang didefinisikan
sebagai lebar dari mainlobe, akan tetapi ada banyak cara untuk mendefinisikan
lebar. Untuk pola yang simetrik, cara paling sederhana adalah jarak dari
puncak ke null pertama, disamping ukuran lain, yaitu FWHM.
Resolusi bilangan gelombang dinyatakan sebagai 1/(lebar mainlobe). Jadi, resolusi sebanding dengan apertur array. Lebar mainlobe didefinisikan dengan berbagai cara (perhatikan Gb.4.10):
o Rayleigh: (duakali) lebar puncak mainlobe ke zero, jika zero simetrik
o Lebar mainlobe pada setengah puncak (FHWM: Full Width at one-Half Mainlobe)
o PW-Parabolic Width (lebar parabola): untuk parabola W(k)=a-bk2, maka , sehingga untuk sebarang W(ωα-k) maka

4. Beamforming-33

Gambar 4.10 Gambar ini menunjukkan dua buah pola array dari array linier seragam dengan elemen sebanyak sepuluh buah. Yang satu berhubungan dengan pengemudian berkas kea rah broadside, φ=00, dan yang lain berhubungan dengan pengemudian berkas ke sudut φ = 600. Karena cos 600=0.5, resolusi pada arah ini berharga dua kali arah broadside. Pola dari mainlobe arah broadside jelas lebih tajam jika dinyatakan sebagai fungsi sudut.
4.7.2 Resolusi Sudut
Resolusi sudut: lebar mainlobe jika pola array dinyatakan sebagai fungsi sudut datang φ0. Vektor propagasi dan sudut datang berhubungan secara tidak linier , jadi lebar mainlobe berubah menurut sudut datang. Tanggapan k-ω jika dinyatakan dalam sudut disebut sebagai pola array menurut sudut (angular array pattern)
(4.84)
dimana φ adalah sudut arah array.
4. Beamforming-34
Puncak mainlobe akan terjadi pada nilai φ=φ0, tetapi lebarnya menjadi bergantung pada sudut pengarahan array φ. Sebagai contoh, untuk sudut φ tertentu, zero pertama dari array muncul jika argumen pembilang pada persamaan diatas sama dengan kelipatan π, sehingga diperoleh
(4.85)
Jika lebar puncak ke zero didefinisikan sebagai δφ= φ - φ0, maka
(4.86)
Terlihat bahwa lebar mainlobe bergantung pada sudut arah array φ. Contoh berikut menggambarkan kebergantungan resolusi sudut pada sudut arah array.
Gambar 4.11 (a) Kenaikan lebar mainlobe pola array dengan semakin naiknya
jarak ke sumber yang mengindikasikan turunnya reolusi dan (b) Kurva
resolusi jarak terhadap jarak
Contoh: Akan ditentukan lebar mainlobe sebagai fungsi sudut arah array untuk suatu array linier seragam (ULA:Uniform Linear Array) dengan M-buah sensor (dimana M ganjil). Lebar parabolik adalah
4. Beamforming-35

dimana Wa(φ0,φ0)=M. Evaluasi turunan kedua Wa(φ,φ0)=Wa(k0(sinφ - sinφ0)) pada puncak akan menghasilkan

sehingga diperoleh lebar parabolik mainlobe sebesar

terlihat bahwa lebar parabolik mainlobe bergantung pada cosinus sudut arah array φ. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.10, terlihat bahwa resolusi tertinggi dicapai pada φ=00, dan menurun jika sudut bergerak ke arah ±900.
4.7.3 Resolusi jarak
Resolusi jarak hanya berlaku untuk kasus medan dekat saja. Dengan bertambahnya jarak, maka muka gelombang akan semakin datar dan resolusi jarak menjadi menurun. Telah didefinisikan pola array untuk medan dekat sebagai berikut
(4.87)
4. Beamforming-36
Variabel dan masing-masing menyatakan lokasi yang dituju oleh array dan lokasi yang sebenarnya, sedangkan r(r0) menyatakan jarak dari pusat array ke jarak yang dituju (jarak sebenarnya), dan rm (rm0) adalah jarak dari sensor ke-m ke lokasi yang dituju array (lokasi sebenarnya).
Resolusi jarak bergantung pada jarak objek ke array, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.11 (a). Resolusi mencapai maksimum pada jarak tertentu yang dekat ke array, tetapi tidak nol. Jika apertur semakin besar, maka resolusi jarak juga meningkat, Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.11 (b).
4.8 Beamforming Waktu-Diskrit

Implementasi beamforming saat ini banyak memakai peralatan dijital. Dalam hal ini, sinyal perlu dicuplik dalam kawasan waktu (dan dilakukan kuantisasi). Keluaran beamformer tunda-dan-jumlah waktu diskrit dapat dinyatakan sebagai:
(4.88)
dimana n adalah indeks waktu diskrit dan nm adalah waktu tunda sensor ke m. Tinjau suatu gelombang datar monokromatis:. Kalau perioda pencuplikan adalah T, maka untuk sensor ke-m
(4.89)
Maka, keluaran dari beamformer:
(4.90)
dimana
4. Beamforming-37
(4.91)
adalah tanggapan k-ω untuk delay diskrit.
Jika didefinisikan kesalahan penundaan εΔm = nmT - Δm, tanggapan k-ω diatas dapat ditulis sebagai
(4.92)
Terilhat kesalahan kuantisasi mengakibatkan pembobot dikalikan dengan suatu koefisien kompleks. Ini mirip dengan peristiwa aberasi mukagelombang.
Steering beam dilakukan dengan membuat waktu tunda sensor {Δm} sama dengan yang pada umumnya tidak sama dengan kelipatan bulat waktu tunda T. Karena itu, steering beam secara tepat ke arah tertentu tidak lagi bisa dilakukan. Untuk mengatasi hal ini, harus diatur supaya jarak antar sensor d dan perioda pencuplikan T sehingga d>>cT, dimana c=kecepatan rambat gelombang: ini berarti T harus dikurangi (oversampling) atau d harus diperbesar (mengakibatkan aliasing spasial).
Contoh: Akan dianalisa ULA dengan M-buah sensor, dimana M=9 dan jarak antar sensor sebesar d m. Sinyal dari sensor dicuplik dengan selang T: . M1/2 = (M-1)/2 =4. Keluaran beamformer tunda-dan-jumlah adalah

dengan waktu tunda sensor {nm} bilangan bulat. Mainbeam akan dikemudikan kearah broadside atau atau sinφ = 0, dengan cara menset semua penunda sama dengan nol. Jika waktu tunda di-set untuk
4. Beamforming-38
memberkan efek beda satu cuplikan dari sensor-ke-sensor, nm=m-4, arah steering adalah solusi dari:
⇒ sinφ = cT/d
Gambar 4.12 Tanggapan k-ω dari array dengan delay ideal (atas)
dan terkuantisasi (bawah) sebagai fungsi kx0
Jika beamformer di-steer ke sinφ =cT/(3d), maka delay ideal Δm untuk sensor ke-m adalah (m-4)dsinφ/c = (m-4)T/3. Tanggapan k-ω ideal akan sama dengan

seperti dilukiskan pada Gambar 4.12.
4. Beamforming-39
Kalau waktu tunda dikuantisasi ke bilangan bulat kelipatan T, maka nilai waktu tunda ideal diganti dengan pendekatan

dimana [⋅]r berarti pembulatan ke bilangan bulat terdekat. Kesalahan penundaan yang dihasilkan menjadi

Perhitungan untuk masing-2 kelompok diatas menghasilkan



Sehingga diperoleh tanggapan k-ω terkuantisasi
4. Beamforming-40

Yang berbeda dengan tanggapan k-ω tanpa kuantisasi. Situasi ini dilukiskankan pada Gambar 4.12.
Beamforming kawasan frekuensi waktu diskrit
Mirip dengan kasus waktu kontinyu, STFT waktu diskrit untuk sinyal ter-cuplik (ruang-waktu) ym(n) dan keluaran array z(n) diberikan oleh
(4.93.a)
(4.93.b)
dimana (n) adalah fungsi jendela kawasan waktu dengan selang [0, D-1], dengan D saebagai durasi dari jendela. Perubahan variabel akan memberikan
(4.94)
Jika frekuensi juga dibatasi pada nilai-nilai diskrit, ωT = 2πv/D untuk v=0,1,2 .., D-1, maka STFT bisa dihitung dengan DFT (Discrete Fourier Transform), dan pada kasus tertentu bisa dipakai algoritma cepat FFT (Fast Fourier Transform). Untuk penyederhanaan, Ym( p,2πv/(DT) ) ditulis sebagai Ym(p,v) dimana p-adalah indeks waktu sedangkan v adalah indeks frekuensi.
Maka, transform Fourier sinyal pada sensor ke-m dapat ditulis
4. Beamforming-41
(4.95)
Karena DFT suatu sinyal diskrit x(l) didefinisikan oleh
(4.96)
maka sisi kanan (4.95) ditafsirkan sebagai DFT dari sinyal yang sama dengan X(v).
Interpretasi yang lebih mendalam membawa ke ide filter-bank. Fungsi jendela dapat dianggap sebagai tanggapan cuplikan-tunggal dari tapis pita sempit lolos rendah, sehingga menyatakan tanggapan cuplikan-tunggal dari tapis lolos pita dengan pusat frekuensi v.
Keluaran Array pada Kawasan Frekuensi
Keluaran beamformer pada kawasan frekuensi, untuk waktu diskrit dan frekuensi diskrit adalah
(4.97)
Dengan substitusi Ym(p,v) untuk setiap sensor, maka persamaan diatas menjadi
(4.98)
Agar DFT bisa dipakai, eksponen terakhir haruslah memiliki bentuk
4. Beamforming-42
(4.99)
dimana indeks u, u= 0, … ,M-1 adalah indeks frekuensi spasial. Sehingga, waktu tunda pada sensor memiliki bentuk sebagai berikut
(4.100)
Satu-satunya array satu dimensi yang memenuhi persyaratan ini adalah ULA. Suku eksponensial menjadi
(4.101)
(a)
4. Beamforming-43
(b)
Gambar 4.13 (a) Proses perhitungan beamformer pada kawasan frekuensi
(b) Hasil komputasi dengan DFT pada satu frekuensi temporal
Substitusi akan menghasilkan rumus yg mirip dengan DFT dua-dimensi. Dengan memakai definisi DFT 2-D
(4.102)
dan
(4.103)
Maka keluaran beamformer waktu diskrit kawasan frekuensi adalah DFT dari x(m,l), atau
Z(p,v) = X(u,v) (4.104)
Persamaan ini menunjukkan hubungan fundamental antara beamformer kawasan frekuensi dengan spektrum k-ω dari medan gelombang.
4. Beamforming-44
Gambar 4.13.(a) menunjukkan perhitungan dalam beamformer kawasan frekuensi, sedangkan Gambar 4.13.(b) menunjukkan hasil perhitungan DFT pada satu frekuensi temporal
Pembentukan Keluaran Kawasan-Waktu
Pada banyak aplikasi, keluaran diinginkan berada pada kawasan waktu. Hal ini dapat dicapai dengan menjumlahkan berbagai komponen frekuensi Z(p,v). Keluaran kawasan frekuensi dapat ditulis kembali sebagai
(4.105)
Fasor pada eksponensial pertama exp{j2πvp/D} menyatakan pergeseran fasa linier. Kemudian dihitung inverse-DFT (IDFT)
(4.106)
dimana , l=0, …, D-1, yang merupakan versi kawasan waktu dari keluaran beamformer. Lebih rinci lagi, IDFT ini sama dengan
(4.107)
Perkalian DFT dengan suatu faktor fasa menghasilkan pergeseran sirkular pada kawasan waktu X(u)exp{-j2πn0u/N} ↔ x(n-n0)N dimana indeks N menyatakan perhitungan dilakukan pada modulo-N. Disini Ym(p,v)exp{j2πvp/D} adalah DFT daari deretan dan faktor fasanya adalah exp{-j2πvnm/D}, sehingga
4. Beamforming-45
(4.108)
Dengan demikian, keluaran kawasan-waktu mengandung pergeseran sirkular dari jendela dan keluaran sensor
(4.109)
Efek dari pergeseran sirkular ini dilukiskan pada Gb. 4.14.
Gambar 4.14 Beamforming kawasan waktu vs beamforming kawasan frekuensi
4. Beamforming-46

Tidak ada komentar: